MASALAH SOSIAL HAK PEJALAN KAKI
MASALAH SOSIAL HAK PEJALAN KAKI
MAKALAH
Dosen :
Muhammad Ali S.H.I.M.Ag
Disusun oleh :
Aulya Abbie Rachman 31216210
Avilliani Sudarko 31216216
Siti Fatimah 37216088
1DD03
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMASARAN
FAKULTAS D3 BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
BEKASI
2017
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berjalan kaki adalah tipikal moda transpor yang
terabaikan dalam sistem jaringan jalan di wilayah perkotaan. Dalam perencanaan
sistem jaringan jalan, para perencana dan pengambil keputusan lebih
memprioritaskan prasarana untuk kendaraan daripada pejalan kaki. Trotoar dibuat
pada ruas jalan kota di Daerah Hak Milik Jalan. Ukuran trotoar diambil
berdasarkan standar minimum yang berlaku. Sebagai contoh, klasifikasi jalan tipe
II di jalan kelas I, kelas II dan kelas III adalah 3 m dan 1,5 m. Tetapi
faktanya, banyak ditemukan ukuran jalur trotoar tidak memenuhi standar minimum.
Ketika dilakukan pelebaran jalan karena desakan kepentingan pengendara mobil
dan motor. Trotoar selalu dikalahkan atau dihilangkan. Dampaknya, ukuran jalur
trotoar makin menyempit atau dihilangkan sama sekali. Karena itu, pejalan kaki
makin terdesak dan tidak nyaman.Berdasarkan fakta di lapangan, pemeliharaan
badan jalan jauh lebih baik dari jalur trotoar. Banyak trotoar berlubang,
tergenang air dan tidak terurus. Mengapa demikian? Karena pemerintah lebih
memprioritaskan pengendara dari pejalan kaki. Hak pejalan kaki dan pengendara
sangat timpang.
Selain trotoar, fasilitas penyeberangan seperti
jembatan penyeberangan dan terowongan juga disesaki pedagang informal. Lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum terhadap pedagang kaki lima dan tukang parkir
liar menyebabkan maraknya kegiatan bisnis non-formal pada fasilitas pejalan
kaki. Seiring berjalannya waktu, kota-kota di Indonesia makin tidak ramah
terhadap pejalan kaki. Terdapat banyak faktor yang membuat pejalan kaki tidak
nyaman, antara lain suara bising kendaraan, polusi udara, trotoar berlubang dan
tidak terpelihara, pot bunga dan tiang listrik yang berada di tengah jalur
trotoar, udara lembab dan panas.
Lingkungan
perkotaan yang manusiawi adalah lingkungan perkotaan yang ramah bagi pejalan
kaki, yang mempunyai ukuran dan dimensi berdasarkan skala manusia. Upaya ke
arah itu dapat dilakukan melalui pengembangan kawasan pejalan kaki di kawasan
perkotaan, terutama di kawasan pusat kota, yaitu merupakan suatu upaya untuk
menciptakan lingkungan perkotaan yang sesuai dengan karakteristik dan tuntutan
kebutuhan pejalan kaki dengan tujuan untuk mempertahankan pusat kota agar tetap
manusiawi, menarik bagi warga kota untuk datang, tinggal, bekerja, dan
melakukan kegiatan lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohaninya. Walaupun pembuatan area pejalan kaki didedikasikan untuk manusia,
dalam hal ini utamanya adalah para pejalan kaki, namun pengalaman selalu
menunjukkan bahwa peruntukan tersebut tidak sampai pada sasaran. Prasarana
pejalan kaki lebih banyak beralih fungsi sehingga pejalan kaki menjadi tergeser
dari ruang yang seharusnya menjadi haknya. Makalah ini berupaya untuk
melaksanakan inisiasi dari Proses Pengarusutamaan Pejalan Kaki dalam konteks
Pembangunan Kawasan Perkotaan Yang Berkelanjutan Di Indonesia. Proses ini
memanfaatkan momentum Isu Global tentang perubahan iklim, pemanasan dan
pendinginan global, perkembangan kawasan perkotaan yang sangat pesat pada
tataran dunia maupun Regional Asia dan Sub Regional Asean.
1.2 Rumusan Masalah
Padatnya arus
lalu lintas yang ada pada ruas jalan menimbulkan efek yang negatif terhadap
perkembangan sosial budaya. Contohnya adalah tidak tertibnya para pemakai jalan
terhadap rambu-rambu yang ada baik pejalan kaki maupun kendaraan bermotor.
Mengetahui trotoar yang ada tidak digunakan oleh pejalan kaki, maka diperlukan
suatu studi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
fasilitas yang disediakan masih dapat melayani kebutuhan pejalan kaki atau
tidak, dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi gangguan yang ada agar
ruas-ruas jalan menjadi lebih tertib dan tidak berlarut-larut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.
Bagaimana fasilitas pejalan kaki di
jalan Jend. Ahmad Yani ?
2.
Bagaimana kondisi aman dan tidak aman
pada pejalan kaki di jalan Jend Ahmad Yani ?
1.4 Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui fasilitas – fasilitas
di jalan jend Ahmad Yani
2.
Untuk mengetahui gambaran aman atau
tidak aman pada pejalan kaki di jalan Jend Ahmad Yani
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan adalah
untuk mengetahui permasalahan trotoar di Jl. Jend Ahmad Yani untuk pejalan
kaki. Mengetahui kebutuhan pejalan kaki (pedestrian) dalam kenyamanan saat
menggunakan fasilitas pejalan kaki, sekaligus dapat memberi masukan perencanaan
pembangunan lalu lintas pejalan kaki di masa depan.
BAB
2
PEMBAHASAN
Fasilitas pejalan kaki ( pedestrian) sering terabaikan
oleh pihak-pihak penentu kebijakan, seperti Departemen Perhubungan beserta
jajaran dinas terkait dibawahnya, padahal pejalan kaki termasuk unsur
arus lalu lintas yang perlu mendapat perhatian, khususnya didaerah perkotaan.
Karena pejalan kaki merupakan bagian dari arus lalu lintas, maka posisinya
selalu dipihak yang lemah diantara arus lalu lintas lainnya, terutama dari
aspek keselamatan (safety), dan
keadilan (equity), oleh karena itu keberadaannya harus dilindungi oleh
semua pihak (Zilhardi Idris, 2007).
Fasilitas Pejalan Kaki adalah Semua bangunan yang disediakan
untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat
meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Fasilitas
pejalan kaki yang formal terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut :
1.
Jalur
Pejalan Kaki yang terdiri dari : (a) Trotoar
2.
fasilitas
penyeberangan, terdiri dari : (a) jembatan penyeberangan, (b) pelican cross
2.1 TROTOAR
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar
dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan untuk menjamin
keamanan pejalan kaki yang bersangkutan.
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka
bercampur dengan kendaraan, maka mereka akan memperlambat arus lalu lintas.
Oleh karena itu, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah
berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa
menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksebilitas dengan pembangunan
trotoar. Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh volume para
pejalan kaki yang berjalan dijalan, tingkat kecelakaan antara kendaraan dengan
pejalan kaki dan pengaduan/permintaan masyarakat.
Di
ruas jalan Jenderal Ahmad Yani sudah terdapat fasilitas pejalan kaki yang
terbentang dari simpang BCP sampai simpang Summarecon/Pemkot dan Stadion, untuk
pejalan kaki yang menyeberang sudah terdapat fasilitas penyeberangan yaitu
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di 2 tempat yaitu didepan BCP dan didekat
akses masuk stadion. Namun ada fasilitas untuk pejalan kaki yang menyusuri
belum bisa dimanfaatkan dengan maksimal karena kondisi trotoar/fasilitas
pejalan kaki dinilai tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Selain
itu trotoar menjadi tidak layak karena digunakan untuk kepentingan lain seperti
pedagang kaki lima, sepeda motor dan pengemis. Kondisi lingkungan yang panas
dan tidak adanya penghijauan di sekitar trotoar semakin menambah
ketidaknyamanan di trotoar tersebut. Faktor lain yang menyebabkan
trotoar/fasilitas pejalan kaki menjadi tidak layak adalah karena ramp atau
kelandaian trotoar tidak ada. Sehingga ketika trotoar bersinggungan dengan
jalan umum, ketinggian trotoar terlalu terjal yaitu setinggi mediannya.
Sehingga faktor keselamatan bagi pejalan kaki sangat minim. Untuk tata guna
lahan di sekitar ruas jalan terdapat mall diantaranya Bekasi Cyber Park dan
Mall Metropolitan. Selanjutnya terdapat pusat kegiatan lain yaitu Komplek
Pemerintahan dan Taman Kota.
2.11
Kapasitas Ruas Jalan
Besarnya kapasitas ruas Jl.Jenderal
A.Yani adalah sebagai berikut :
Panjang = 2 km
Lebar = 10 meter
Lajur = 8 lajur
Faktor penyesuaian
Kapasitas dasar (Co) =
6600
1. Faktor penyesuaian lebar lajur (FCW) = 1.08
2. Faktor penyesuaian pemisah arah (FCSP) = 1
3. Faktor penyesuaian hambatan samping
(FCSF) =
0.86
4. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCCS) = 1.04
5. Kapasitas ruas jalan =
6375.283
Dari
perhitungan kapasitas ruas jalan diatas, pada Jl.Jenderal Ahmad.Yani didapat
kapasitas ruas Jl.Jenderal Ahmad.Yani adalah sebesar 6375.283 smp/jam. Untuk
perhitungan nilai kapasitas dan volume lalu lintas ruas jalan tersebut dapat
dilihat pada tabel II.5 dibawah ini
Tabel
II.5
V/C ratio
ruas jalan
Ruas
Jalan
|
Volume
|
Kapasitas
|
V/C Ratio
|
Jl.Jenderal Ahmad Yani
|
3395.2
|
6375.283
|
0.532557
|
Sumber : hasil analisa
Setelah
mendapatkan nilai kapasitas jalan dengan perhitungan seperti diatas yang hasil
perhitungannya dapat dilihat pada tabel diatas, kemudian volume lalu lintas
yang telah diketahui dengan melakukan survai TC dapat diketahui V/C ratio
Jl.Jenderal Ahmad.Yani sebesar 0.532557 smp/jam. Dengan V/C ratio tersebut
kondisi ruas Jl.Jenderal Ahmad.Yani belum terlalu padat.
2.12Analisis Lebar Trotoar
Analisis
lebar trotoar dibutuhkan untuk menghitung lebar efektif trotoar yang seharusnya
pada ruas-ruas jalan, dilihat dari tingkat volume lalu lintas maupun pejalan
kaki yang melewati jalan. Setelah dilaksanakan survai inventarisasi ruas jalan
didapat lebar trotoar eksisting masing-masing ruas jalan adalah sebagai berikut
:
Tabel II.6
Lebar
Trotoar Eksisting
Ruas
Jalan
|
Lebar Trotoar
|
|
Kanan
|
Kiri
|
|
Jl.JenderalAhmadYani
|
1
|
1
|
Sumber : hasil analisa
Dari
hasil survai pejalan kaki yang dilakukan, didapat jumlah pejalan kaki yang
menyusuri jalan pada ruas Jl.Jenderal Ahmad.Yani sebanyak 71 orang sebelah
kanan dan 93 orang melewati trotoar sebelah kiri. Dengan melihat arus yang
menyusuri masing-masing ruas jalan dan lebar trotoar eksisting dapat dihitung
lebar trotoar efektif yang seharusnya menurut jumlah pejalan kaki yang melewati
ruas jalan tersebut. Untuk selengkapnya lebar trotoar pada masing-masing ruas
jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel II.7
Perhitungan
Lebar Trotoar
Ruas
Jalan
|
Arus Pejalan Kaki
|
Konstanta
|
Lebar Trotoar WD = P/35 + N
|
||
Kanan
|
Kiri
|
1.5
|
Kanan
|
Kiri
|
|
Jl.Jenderal A.Yani
|
93
|
71
|
1.5
|
1.6771
|
1.6352
|
Sumber : hasil analisa
Setelah
melakukan analisa lebar trotoar pada tabel diatas dapat dilihat peningkatan
lebar trotoar dari kondisi eksisting dengan hasil analisa. Pada Jl.Jenderal
Ahmad.Yani, lebar trotoar yang dibutuhkan sebelah kanan adalah 1.6771 meter,
sedangkan lebar trotoar yang dibutuhkan sebelah kiri adalah 1.6352 meter yang
berarti lebar trotoar tersebut perlu untuk dilebarkan sebesar ± 0.7 meter.
Dalam hal ini kami menyarankan lebar trotoar 2 meter karena prediksi pejalan
kaki di masa yang akan datang akan meningkat serta untuk menghemat biaya
pembangunan agar tidak menimbulkan pembangunan yang berulang.
2.13
Usulan Pelebaran Trotoar
Dari
hasil analisis dapat diketahui kebutuhan trotoar pada masing-masing jalan. Pada
tabel II.7. Dibawah ini dapat dilihat ruas jalan yang mengalami pelebaran
trotoar baik trotoar pada sebelah kanan maupun trotoar pada sebelah kiri jalan
karena volume pejalan kaki yang menyusuri jalan/menggunakan trotoar tersebut
tidak sebanding dengan lebar trotoar yang ada sekarang.
Tabel II.8
Perbandingan
Lebar Trotoar Eksisting dengan Analisis
Ruas
Jalan
|
Lebar Trotoar Eksisting
|
Lebar Trotoar Usulan
|
Usulan
|
||
Kanan
|
Kiri
|
Kanan
|
Kiri
|
Pelebaran Trotoar
|
|
Jl.Jenderal Ahmad.Yani
|
1
|
1
|
2
|
2
|
Sumber : hasil analisa
2.14 Eksisting
Lajur Sepeda
Terdapat lajur khusus sepeda yang
ditandai dengan rambu, namun pemanfaatannya kurang maksimal dikarenakan
lajurnya masih bersatu dengan lalu lintas umum sehingga tingkat keselamatannya
yang masih minim dan rambu yang dipasang di sisi jalan juga masih minim. Adapun
lajur khusus sepeda ini dipisahkan oleh marka putus-putus dan marka lurus.
Namun kurang tegasnya rambu dan maka membuat lajur khusus sepeda ini kurang
optimal karena masih digunalan oleh kendaraan lain juga. Berdasarkan dimensi
yang telah ditetapkan, maka lebar lajur khusus sepeda minimal 0.6 meter, untuk
ruang gerak sepeda sebesar 0.4 meter maka ditetapkan lebar lajur sepeda 1
meter. Akan tetapi untuk mengantisipasi lonjakan pengguna sepeda dan untuk
menghemat biaya agar tidak melakukan pembangunan yang berulang, maka ditetapkan
lebar lajur sepeda 1.5 meter maka V/C ratio yang ada pada jalan menjadi rendah
atau tidak menggangu pengguna jalan lain.
2.2 Jembatan
Penyebrangan Orang
Menurut
John J. Fruin (1971) dalam perencanaan fasilitas bagi pejalan kaki, termasuk
fasilitas penyeberangan haruslah memperhatikan tujuh sasaran utama yaitu:
keselamatan (safety), keamanan (security), kemudahan (convenience), kelancaran (continuity), kenyamanan (comfort), keterpaduan sistem (system
coherence), dan daya tarik (attractiveness).
Ketujuh faktor tersebut saling berhubungan (inter-related)
dan saling tumpang tindih (overlapping).
Pejalan
kaki enggan menggunakan jembatan karena malas dan capai serta kondisi jembatan
yang tidak menyenangkan semisal, ketinggian jembatan, sempit dan
terjalnya tangga, kondisi kotor dan suram, serta adanya pengemis. Pejalan
kaki lebih memilih mengambil resiko tertabrak kendaraan karena merasa lebih
cepat dan praktis karena tidak perlu naik turun tangga. Hal lain yang mendorong
penyeberangan sebidang adalah adanya median jalan yang dapat dimanfaatkan
sebagai refuge island pada saat
menyeberang.
Hal
tersebut berarti jembatan penyeberangan hanya akan digunakan jika rutenya lebih
singkat daripada melalui penyeberangan sebidang. Untuk meningkatkan
penggunaan jembatan penyeberangan perlu diaplikasikan pagar pembatas di
tepi jalan atau di tengah jalan sehingga jika memilih menggunakan penyeberangan
sebidang harus menempuh rute yang lebih panjang atau malah sama sekali tidak
mungkin dilakukan
Dalam wawancara yang kelompok kami
lakukan. bahwa, Pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang di depan Mall Bekasi
Cyber Park (BCP) adalah dengan pertimbangan Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Mengenai Hak Dan
Kewajiban Pejalan Kaki untuk memperoleh fasilitas penyeberangan yang aman dan
nyaman maka dibangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) diwilayah itu.
Di dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Bagian Keenam disebutkan mengenai Hak dan Kewajiban Pejalan
Kaki dalam Berlalu Lintas.
Pasal 131
1. Pejalan Kaki berhak atas
ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan
fasilitas lain.
2. Pejalan Kaki berhak mendapatkan
prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan.
3. Dalam hal belum tersedia fasilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat
yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya.
Pasal 132
1. Pejalan Kaki wajib:
a) menggunakan bagian Jalan yang
diperuntukkan bagi Pejalan Kaki atau Jalan yang paling tepi; atau
b) menyeberang di tempat yang telah
ditentukan.
2. Dalam hal tidak terdapat tempat
penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas.
3. Pejalan Kaki penyandang cacat harus
mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali orang lain.
Kedua pasal tersebut telah mengatur
tentang hak dan kewajiban pejalan kaki dengan jelas namun berdasarkan
pengamatan sepintas yang saya lakukan, masih sering saya jumpai pejalan
kaki yang tidak memanfaatkan jembatan penyeberangan ketika menyeberang jalan
sehingga dapat mengganggu arus lalu lintas. Adakalanya ketika lampu lalu lintas
sudah menyala hijau dan beberapa kendaraan bermotor sudah mulai berjalan
namun (mungkin) merasa tanggung karena sudah berada di tengah jalan, ada
pejalan kaki yang tetap nekat menyeberang. Hal tersebut selain mengganggu
pengguna kendaraan bermotor juga bisa membahayakan jiwanya karena bisa
saja tertabrak.
Secara
subyektif, menurut saya hal-hal yang mendasari mengapa banyak pejalan kaki yang
enggan menggunakan fasilitas jembatan penyeberangan adalah :
Menyeberang
dengan menggunakan jembatan penyeberangan membuat lelah atau capek, hal ini
mungkin menjadi alasan bagi pengguna jalan yang sudah tua dan wanita hamil
karena merasa tidak mampu untuk menaiki ataupun menuruni tangga
penyeberangan yang dianggap cukup tinggi sehingga lebih memilih jalan
pintas. Ingin cepat atau praktis, bagi mereka yang memilih alasan ini (meskipun
bukan orang tua atau wanita hamil) menyeberang jalan melalui jembatan
penyeberangan membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga bila ada jalan pintas
dan lebih cepat untuk sampai ketempat tujuan, kenapa tidak dimanfaatkan.
Ikut-ikutan,
Mungkin pada awalnya anda tidak berniat menyeberang secara sembarangan namun
karena anda melihat ada banyak orang yang menyeberang tidak menggunakan
jembatan penyeberangan maka andapun akhirnya tertarik untuk mengikuti langkah
mereka karena anda pikir itu dilakukan secara beramai-ramai sehingga jika
tindakan tersebut dianggap melanggar peraturan, anda tidak akan dihukum
sendirian. Mungkin hal ini juga yang mendasari mengapa banyak korupsi yang
dilakukan secara berjamaah.
Memanfaatkan
situasi lalu lintas yang sedang padat, Pada jam-jam tertentu adakalanya jalan
raya menjadi sangat padat sehingga kendaraan bermotor tidak dapat
bergerak. Situasi inilah yang dimanfaatkan pejalan kaki untuk menyeberang
karena mereka menganggap tidak akan mengganggu arus lalu lintas yang memang sedang
padat. Namun sebenarnya hal tersebut justru memperparah kemacetan lalu
lintas yang tengah terjadi. Mengapa demikian? Pada saat anda menyeberang, pada
saat itu pula ada mobil atau motor yang akan jalan karena mobil atau motor
didepannya memang sudah bergerak namun dengan adanya anda di tengah jalan maka
mobil atau motor tersebut harus menghentikan kendaraannya. Itu contoh jika satu
orang yang menyeberang, bayangkan bagaimana jika yang menyeberang lebih dari
satu orang, berapa kali pengendaraan mobil atau motor tersebut harus
mengerem mendadak padahal jika ada
pejalan kaki yang tersenggol atau tertabrak maka biasanya pihak
pengendara kendaraan bermotorlah yang akan disalahkanpadahal jika ada
pejalan kaki yang tersenggol atau tertabrak maka biasanya pihak pengendara
kendaraan bermotorlah yang akan disalahkan
Dari hasil observasi kelompok kami bahwa
pejalan kaki cenderung lebih memilih tidak menggunakan jembatan penyeberangan
orang (JPO) dengan alasan yang beragam. Dalam observasi yang kelompok kami lakukan, kami
juga mewawancarai dari pengguna Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dan
pengguna kendaraan bermotor yang melintas di wilayah Jembatan Penyeberangan
Orang (JPO).
1.Tanggapan
Pejalan Kaki terhadap adanya Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
Ø Shanin
(20Tahun) Mahasiswi
Adanya Jembatan Penyeberangan Orang
(JPO) sangat member akses penyeberangan yang aman dan nyaman, walaupun juga
masih banyak pejalan kaki yang tidak menggunakan JPO. Semoga pemerintah bisa
merawat JPO ini.
Ø Andre
(25tahun) Karyawan Swasta
Sangat membantu karena tidak perlu
menyeberang dengan menunggu kendaraan yang lewat. Dengan adanya jembatan ini
menjadi lebih mudah dan praktis untuk menyeberang.
2.Tanggapan
pengguna kendaraan bermotor yang melintas di wilayah JPO
Ø Anto
(35 tahun) PNS
Adanya JPO sangat membantu pejalan
kaki untuk tidak menyeberang sembarangan, walaupun juga banyak yang tetap tidak
menggunakannya. Jadi kita kalau melintas diwilayah ini harus was-was dengan
pejalan kaki yang nekat menyeberang tidak menggunakan JPO.
2.3 Pelican Crossing
Pelican
Crossing adalah fasilitas penyeberangan
pejalan kaki yang dilengkapi dengan lampu lalu lintas untuk menyeberang jalan
dengan aman dan nyaman. Pelican Crossing
harus dipasang pada lokasi-lokasi sebagai berikut : (1) Pada kecepatan lalu
lintas kendaraan dan arus penyeberang tinggi, (2) Lokasi pelikan dipasang pada
jalan dekat persimpangan, (3) Pada persimpangan dengan lampu lalu lintas,
dimana pelican cross dapat dipasang
menjadi satu kesatuan dengan rambu lalu lintas (traffic signal).
Dasar-dasar penentuan jenis
fasilitas penyeberangan sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal Bina Marga NO.:
011/T/Bt/1995 tentang Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki di Kawasan
Perkotaan
Dari hasil observasi kelompok kami bahwa di Jl. Jendral
Ahmad Yani bekasi tidak terdapat pelican
crossing, menurut survey yang kami lakukan bahwa pelican crossing sangat diperlukan didaerah tersebut sebagai sarana
penyeberangan yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki bermanfaat untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan bagi penyeberang jalan.
2.4 kondisi
Aman dan Tidak Aman pada Pejalan Kaki
Pada tanggal 10 Maret 2017 , Kota Bekasi memasuki
usia ke 20 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan kota yang berbatasan langsung
dengan Jakarta ini sangat begitu pesat. Bisa dilihat belasan apartemen berdiri
megah di kota berjuluk Kota Patriot ini. Perkembangan pesat di Kota Bekasi tentu
saja membuat jumlah penduduk kian bertambah. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Bekasi, pada 2015 jumlah penduduk di kota ini mencapai
2.733.240 jiwa. Semakin banyaknya jumlah penduduk ini tentunya menjadi
pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi untuk memberikan rasa
aman, tertib, dan damai bagi masyarakatnya. Mewujudkan kehidupan masyarakat
yang aman, tertib, tenteram dan damai ini sudah menjadi tugas wajib bagi Pemkot
Bekasi di bawah kepemimpinan Wali Kota Rahmat Effendi dan Wakil Wali Kota Ahmad
Syaikhu. Pasalnya, mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman, tertib, tenteram
dan damai sudah tertuang dalam Visi dan Misi Kota Bekasi.
Misi mewujudkan kehidupan masyarakat yang aman,
tertib, tenteram dan damai ini bermakna dinamika pembangunan dan kehidupan
warga Kota Bekasi harus diimbangi dengan upaya pengendalian terhadap potensi
kerawanan sosial, gangguan ketertiban, penegakkan perda, penanggulangan
bencana, kesatuan dan ketahanan bangsa, kerukunan hidup dan umat beragama, serta
meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan.
Tujuan dari misi ini ialah mewujudkan
kedisiplinan, ketertiban sosial, keteladan, kehidupan sosial dan fisik,
beragama yang kondusif dan terpelihara. Pada tahun kelima era Rahmat Effendi-Ahmad
Syaikhu ini, Pemkot Bekasi memiliki arah kebijakan yang tertuang dalam RPJMD
2013-2018 sebagai tahun inovasi dan kreativitas. Pemkot Bekasi pun telah
memiliki kebijakan umum dengan meningkatkan prasarana dan sarana transportasi
terpadu melalui pembangunan jalur pejalan kaki, jalur khusus sepeda,
pengembangan commuter transit parking, perencanaan MRT, dan perencanaan
terminal induk.
Beberapa kebijakan umum yang saat ini
telah dilakukan Pemkot Bekasi ialah membangun jalur pejalan kaki (pedestrian)
dan jalur khusus sepeda. Ya, sejak setahun terakhir ini wajah pedestrian Kota
Bekasi sudah sangat berubah. Pemkot Bekasi kini seakan memanjakan warganya
untuk berjalan kaki dengan aman dan nyaman tanpa perlu khawatir diklakson
ataupun ditabrak oleh pengguna kendaraan bermotor. Sejumlah pedestrian di Jalan
Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Jalan Chairil Anwar, Kalimalang, Jalan Rawa
Tembaga, kini semakin bagus. Pedestrian
di beberapa ruas jalan tersebut kini dilengkapi dengan bangku taman, tempat
sampah, serta lampu penerangan jalan umum. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kota Bekasi Tri Adhianto mengatakan, Kota Bekasi mengalokasikan
anggaran Rp40-50 miliar untuk membangun sejumlah pedestrian yang aman dan
nyaman bagi masyarakat.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada pejalan kaki, maka
ditarik kesimpulan:
a. Trotoar
merupakan salah satu fasilitas publik yang diberikan pemerintah, yang merupakan
sebuah jalan datar yang sejajar dengan jalan utama dan lebih tinggi dari jalan
utama untuk keamanan pejalan kaki.
b. Tindakan-tindakan
seperti pengambilan alihan trotoar menjadi tempat parkir, tempat berjualan
maupun tempat melintas bagi pengendara roda dua harus dihilangkan sesuai dengan
UU yang berlaku dengan diiringi dengan tindakan nyata pemerintah dalam menindak
tegas para pelanggar.
c. Hak
Dan Kewajiban Pejalan Kaki untuk memperoleh fasilitas penyeberangan yang aman
dan nyaman maka dibangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) diwilayah Jl. Jendral
Ahmad Yani. Dan dari hasil data observasi dan wawancara kelompok kami
menyimpulkan bahwa pengguna JPO belum efektif dan tidak adanya hukum
sanksi dan denda bagi yang tidak menggunakan JPO. Dan inilah yang mengakibatkan
pejalan kaki lebih banyak tidak menggunakannya
d. Pelican
Crossing merupakan fasilitas penyeberangan
pejalan kaki yang dilengkapi dengan lampu lalu lintas untuk menyeberang jalan
dengan aman dan nyaman. Dari hasil observasi kelompok kami bahwa di Jl. Jendral
Ahmad Yani bekasi tidak terdapat pelican
crossing, menurut survey yang kami lakukan bahwa pelican crossing sangat diperlukan didaerah tersebut sebagai sarana
penyeberangan yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki bermanfaat untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan bagi penyeberang jalan.
3.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan melalui observasi langsung, wawancara kepada pejalan kaki, maka kami
member saran:
a. Harus
ada ketegasan pemerintah sebagai regulator/pembuat fasilitas itu sendiri harus
nyata, dan selama ini seakan tidak dilaksanakan sesuai dengan seharusnya, pada
hakekatnya lembaga pemerintah dalam hal ini Dinas PU atau masing-masing
pemerintah daerah mampu mengeluarkan tindakan nyata untuk mengembalikan fungsi
trotoar,fungsi Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), fungsi pelican crossing
kepada para pejalan kaki.
b. Alternatif
kebijakan untuk menambah efektifitas penggunaan jembatan penyeberangan
orang (JPO) adalah dengan membuat pagar besi yang terdapat di tengah-tengah
jalan yang memisahkan kedua arus jalan. Namun, jika menggunakan pagar besi akan
memakan anggaran daerah dan permasalahan seperti ini terjadi disetiap
wilayah. Maka dengan pertimbangan kami memberikan alternative kedua dengan
membuat aturan tentang pejalan kaki untuk mewajibkan menggunakan JPO sebagai
tempat penyeberangan. Jika terjadi pelanggaran maka diberikan sanksi
berupa denda. Untuk wilayah wajib menggunakan JPO adalah 200-300 meter sebelum
dan sesudah jembatan penyeberangan.
c. Pelican crossing
di Jl. Jendral Ahmad Yani sangat diperlukan bagi para lansia, ibu hamil, dan
yang menyandang disabilitas agar lebih mudah untuk menyeberang jalan dan tidak
perlu lagi menggunakan Jembatan penyeberangan Orang (JPO).
DAFTAR
PUSTAKA
Fruin,
John. (1971). Dalam Harvey M. A Guide to Site Planning and Landscape
Construction, Fourth Edition. New York : John Wiley & Sons, Inc
Pedoman
Teknis Perekayasaan Fasilitas Pejalan Kaki di Wilayah Kota No. SK.43/AJ007/DRDJ/97,
Departemen Perhubungan
Nugroho,
Ardi. (2015). Jalur Pejalan Kaki Dalam
Ruang Publik Kota. Skripsi: Universitas Indonesia
Komentar
Posting Komentar